Bismillah
Sering dikisahkan di cerita-cerita sinema elektronik atau film-film, alur menjadi maju lebih cepat 5 atau 10 atau 20 tahun, lengkap dengan kalimat pengiring "10 Tahun Kemudian.." atau yang semacamnya.
Selama selang waktu 10 tahun itu, biasanya alur cerita menjadi jauh berbeza. Misal, yang semula miskin, tapi karena kejujuran dan ketekunan, akhirnya menjadi kaya. Yang semula orang kaya, tapi karena sombong tamak banyak lagu, tiba-tiba kena tipu lalu bangkrut. Yang semula jadi pembantu dari majikan bengis, kini menjadi majikan dari mantan majikannya itu. Misal ada yang kena hina dan dizolimi orang, pas udah gede ternyata jadi dokter lalu membalas kejahatan orang-orang yang menzoliminya dengan kebaikan.
Semua serba terbolak-balik, dan tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dalam kurun waktu "10 Tahun Kemudian.." itu.
Lalu, mengapa orang-orang masih saja menilai sesuatu dari apa yang tampak saat ini, dan tidak mengindahkan apa yang akan terjadi dalam waktu yang lebih panjang?
Sudah menjadi fitrah, bahwa manusia akan lebih memilih hasil yang cepat daripada sabar menunggu hasil yang tidak kelihatan nyata, walaupun secara harfiah keuntungan dari penantian itu pasti berlipat ganda. Ini juga diteliti oleh Daniel Gilbert, penulis buku Stumbled on Happiness. Gilbert bilang, instant gratification ada karena kondisi otak manusia yang memang tidak terlalu banyak berevolusi sejak zaman purba. Bagian dari otak yang mengurus kesenangan sesaat adalah limbic system, yang juga berperan dalam ketertarikan seksual, termasuklah recreational drugs semacam alkohol, kafein, dan obat lainnya.
Kondisi limbic system yang masih "purba" inilah yang membuat banyak sekali orang yang mengutamakan keadaan saat ini dibanding menunda kesenangan. Misalnya, kita bisa lihat orang-orang tetap berebut masuk ke dalam kereta walaupun pasti tahu mereka nggak bakal kebagian tempat duduk. Atau kita bisa lihat kenapa pria lebih memilih pacar yang cantik bin bahenol walaupun tahu mereka tak akan sampai ke pelaminan soalnya si pria keburu bokek ngebayarin ceweknya ke salon hanya sekadar untuk mengikir kuku dan betulin posisi bulu mata palsu. Atau kita bisa lihat orang lebih pilih gonta-ganti gadget demi pamer di sosmed daripada investasi atau nyicil beli tanah. Atau kita bisa lihat orang yang waktu mudanya dihabiskan untuk bermaksiat bersenang-senang daripada melakukan amal sholeh demi surga yang "nggak kelihatan nyata".
Dan instant gratification inilah, yang seringkali membuat kita kehilangan kemampuan dalam mengambil keputusan penting. Orang-orang yang fokus pada penantian demi mendapat kesenangan yang lebih berlipat akan menjadi orang-orang sukses, sedangkan sisanya hanyalah jadi pecundang yang menuh-menuhin bumi.
Original post : "10 Tahun Kemudian..."
No comments:
Post a Comment