Thursday, 21 August 2014

About Being a Mercenary (a.k.a Ronin)

Bismillah

Beberapa bulan terakhir saya sering membayangkan jika menjadi mercenary, alias tentara bayaran. Kata mercenary sendiri berasal dari bahasa Latin, mercenarius atau merces yang artinya lebih ke "reward". Jadi, seorang mercenary sebetulnya hanya bekerja berdasarkan reward sahaja. Tanpa nationality, tanpa identitas, tanpa ada loyalisme. Murni karena uang, dan tidak lebih dari itu.

Seorang Ronin pun setali tiga uang atau sedolar ceban alias kurang lebih sama. Ronin merupakan samurai yang "terjebak" dalam status ketidakjelasan karena masternya mati atau tak lagi menjadi pemilik tanah. Kehidupan tanpa Tuan inilah yang menimbulkan dilema bagi samurai. Sebagian samurai memilih untuk, sebagaimana kode etik para samurai, bunuh diri dengan merobek perut atau lazim disebut hara-kiri (seppuku). Namun samurai yang memilih untuk melanjutkan hidup, walau diiringi rasa malu, tumbuh menjadi ronin. Samurai tanpa majikan.

Pada zaman zengoku, hubungan antara seorang samurai dan tuannya tak begitu dekat. Keadaan ini membuat seorang samurai bisa saja menjadi ronin karena pilihannya sendiri, misalnya hanya karena alasan situasi kerja yang tak memuaskan. Di Jepang zaman sekarang, seseorang yang lulus SMU namun tidak lulus masuk perguruan tinggi manapun juga diberi metafor ronin.

Ada satu hal yang spesial dari mercenaries dan ronin : they are damn good at what they do. Namun mereka tak mau terikat aturan dari siapapun. Mereka tidak mau menjadi pesuruh, dan membuat jalannya sendiri. Mungkin mereka bosan dicacimaki, dianggap tak becus, atau merasa harga dirinya dilecehkan. Adalah shahih bila pada akhirnya mereka memilih jalan hidup sendiri.

Original post : About Being a Mercenary (a.k.a Ronin)

No comments:

Post a Comment