Thursday, 20 November 2014

Life After Death

Bismillah

Ada sebagian besar manusia yang, mungkin karena memang masih menjadi misteri paling besar di bumi, tidak percaya pada adanya kehidupan setelah kematian. Surga, neraka, hari kebangkitan, perihal gaib, hakikat di balik penciptaan alam semesta, bagi sebagian orang yang tidak percaya tadi, adalah ilusi yang sekadar dibuat-buat manusia sahaja. Mari tidak berdebat soal itu di tulisan ini. Yang jelas saya bukan termasuk orang yang tak percaya.

Meja operasi sudah menunggu, kira-kira seminggu lagi. Agak kurang terus terang kalau saya bilang saya tidak takut. Ketakutan ini saya nilai masih wajar, walaupun untuk ukuran orang yang percaya bahwa ada hidup setelah mati. Kematian sudah selayaknya dihadapi sebagaimana kita menghadapi hidup. Setidaknya, yang menambah rasa tenang, walau sedikit, adalah bahwa sebetulnya kematian, atau gerbang menuju ke sana, sebetulnya adalah proses hijrah juga.

Hijrah adalah keniscayaan. Hijrah adalah fitrah. Mau tak mau, suka atau benci.

Hanya saja, sering kali kita menganggap hijrah adalah sesuatu yang "tidak nyaman". Pindah rumah, pindah pekerjaan, pindah jalan hidup, apalagi pindah tautan hati, adalah pilihan yang tak bisa dikata enak. Sudah menjadi karakter manusia untuk mager alias malas gerak. Pro status quo. Mainstream.

Lalu, bagaimana jika ternyata tidak jadi "hijrah"?

Hm, ada banyak sekali orang-orang yang berkali-kali berhadapan dengan maut, dan menang. Mereka tak jadi mati. Oleh Tuhan, orang-orang ini diberi beberan (spoiler) akhirat dalam bentuk kilasan cepat. Kilasan akhirat ini diselipkan begitu cepat, semacam dikasih intip dengan membuka sedikit gerbang pemisah dua dunia. Atau bisa jadi semacam jalan cerita di Inception begitulah.

Sehingga, dengan 'Menyelipkan' memori akhirat itu ke manusia tak jadi mati ini, Tuhan berharap bahwa si manusia tadi akan menjadi pribadi yang berbeda, walau tidak jadi hijrah ke dunia setelah dunia saat ini. Perihal tak jadi mati, membuat pribadi orang jadi, seringnya, lebih baik. Semacam mengubah sudut pandang, lebih memaknai arti hidup.

Namun seringkali, manusia itu sombong. Dan seperti iblis yang masuk neraka karena kesombongan perkara asal muasal terciptanya dari api dan disuruh tunduk pada Adam a.s. yang bermula dari tanah, boleh jadi kita akan masuk neraka juga. Nemenin iblis. Kesombongan manusia terlihat dari seringnya kita menjadi pribadi yang sama buruknya dengan hari kemarin. Padahal, kita dibuat mati sementara setiap malam (dalam bentuk tidur), dan dihidupkan kembali tiap subuh.

Bayangkan, proses "inception" Tuhan itu berlangsung setiap hari. Setiap kali kita tidur, dan bangun keesokannya, kita sebenarnya sudah dikasih pertanda, untuk menjadi orang yang lebih baik. Kesempatan untuk melanjutkan hidup. "Elo tuh ye, dikasih hidup enak-enak, kagak ade sukur-sukurnye. Guwa matiin beneran lu baru nyahok!" Mungkin begitu kata Tuhan.

Jadi, kesempatan melanjutkan hidup bukan hanya diberikan Tuhan pada saat kita nyaris mati. Bukan setelah sukses operasi ginjal, pasang katup jantung, hampir tenggelam, menjadi orang satu-satunya yang selamat dari kecelakaan pesawat, atau lolos dari perang Vietnam. Bukan. Bukan itu. Kesempatan melanjutkan hidup, diberi Tuhan pada kita setiap hari.

NB :
@stwn ternyata punya pendapat yang lebih baik, kita bukan hijrah, tapi pulang.

Original post : Life After Death

No comments:

Post a Comment