"Jangan dengarkan omongan orang, yang penting kerja, kerja, dan kerja".
Nggak sulit memilih antara pendiri program Indonesia Mengajar ataukah pembawa acara bermental sukses instan Who Wants to Be a Millionaire.
Nggak sulit memilih antara grup band dengan track record sosialis ataukah musisi arogan berkostum Nazi yang muncul di TV selalu karena gosip miring.
Nggak sulit memilih antara Oneng istrinya Bajuri ataukah aktris film 'panas' tahun 90an.
Nggak sulit memilih antara MetroTV ataukah TV Oon.
Nggak sulit memilih antara "mari maju bersama-sama" ataukah "saya akan menyelamatkan Indonesia".
Walaupun setuju, gue sudah capek mendengar orang partai ngomong kekayaan Indonesia dicuri bangsa lain, dijajah bangsa lain, kekayaan negara bocor, dan lain-lain. Grand Design bla bla nggak akan ada artinya tanpa aksi. One little movement is way better than bunch of plan.
Gue sih nggak antipati sama capres nomor satu, kelihatannya sih lumayan meyakinkan, selain poin minus pernah dipecat dari aparatur negara dan kurang lebih masih tersangkut paut masalah reformasi 1998. Mungkin generasi-generasi baru seumuran kita nggak tahu apa yang terjadi pada saat itu, karena memang tidak ingat bagaimana pada saat itu capres nomor satu jadi salah satu public enemy. Entah faktanaya gimana, bener atau salah, kayaknya lebih sreg kalo menjauhi resiko memberi kesempatan pada orang yang berada pada batas benar-salah. Selain karena gue sendiri belum pernah ngerasain hasil kerja nyata dari si capres nomor satu.
Jadi, no offense, jika gue berada di tengah-tengah barisan Tantowi Yahya, Ahmad Dhani, Nurul Arifin, dan Prabowo, atau Anies Baswedan, Slank, Rieke Dyah Pitaloka, dan Jokowi, jelas gue pilih barisan kanan. Setidaknya mereka sudah terbukti melakukan sesuatu yang nyata untuk Indonesia, bukan sekedar desain yang hanya manis di telinga.
I Stand on the Good Side.
Original post : I Stand on the Good Side
No comments:
Post a Comment