Bismillah
Akhirnya, insya Allah, dapet kesempatan untuk pulang kampung. Lagi.
Tidak produktifnya orang Indonesia sebetulnya bisa dilihat dari seberapa banyak hari liburnya dalam setahun. Hari kelahiran Rasul libur, nanti Isra Miraj libur lagi. Nggak penting-penting amat untuk dijadikan hari libur, karena toh orang Islam nggak banyak yang merayakannya sampe harus memerahkan tanggal. Mungkin masih banyak hari raya keagamaan lain yang lebih butuh libur. Orang Islam emang gitu. Egois.
Tapi perkara keliburan ini memang sepantasnya harus disyukuri. Karena jatah cuti pabrik cuma 13 hari setahun, maka harus pintar-pintar cari waktu untuk bisa pulang. Pulang sebenar-benar pulang, bukan pulang tapi masih bawa-bawa laptop dan cari akses internet. Pulang untuk pulang. Santai.
Esensi pulang ini pun mesti dipikir sebagai cara untuk memaafkan diri sendiri. Melupakan masalah yang sudah dingin digiring angin kemarin. Melupakan problem yang sudah tidak bisa dibenerin sejak kita lahir. Terlahir hybrid, misalnya. Don't beat yourself up. Cut yourself some slack. Sudah.
Semakin kita tua, semakin definisi "pulang" menjadi bias. Bias karena "rumah" pun sudah makin berbeda makna. Apakah rumah adalah tempat kita lahir? Tempat kita merebahkan diri? Tempat berkumpulnya orang-orang yang kita cinta? Atau justru tempat kita menghabiskan waktu lebih banyak? Bingung.
Original post : Home
No comments:
Post a Comment