Monday 23 December 2013

2014

Bismillah

Tahun 2013 memiliki banyak kenangan yang jauh lebih indah buat diingat daripada kenangan yang pahit. Terima kasih pada belas kasih Tuhan dan kuasaNya, sehingga hamba yang tak tahu diri ini mendapat kelimpahan yang tiada terhingga, mulai dari soal ilmu baru, kesehatan, keluarga, pekerjaan, rejeki (yang tak harus berbentuk uang), pengalaman hidup, teman-teman yang baik, dan masih banyak hal lain yang sudah sepatutnya saya syukuri.

Saking banyaknya nikmat yang saya dapat, selain minta surga, jujur kalau habis sholat saya suka bingung mau minta apa lagi. Saya tak tahu apakah ini gejala-gejala saya bakal jadi Zen monk atau hidup selibat, tapi yang jelas kalau lihat cewek cakep kayaknya sih masih bisa "kasih hormat". Masih bisa ngaceng artinya masih normal, kan?

Bukan berarti saya tidak ingin punya bini kayak Laura Basuki, ganti iPhone terbaru, punya rumah dan tanah yang luasnya berkali-kali lipat lapangan sepak bola, atau menjadi Bupati Kubu Raya (bahkan saya sudah berlatih keras di Sim City 5 untuk mempersiapkan diri). Tapi menurut saya, semua hal esensial yang saya perlukan untuk menjalani hidup, sudah terpenuhi.

Menambah daftar keinginan hanya akan membuat kecemasan bertambah. Anxious. Anxiety. Terlalu banyak pengharapan. Terlalu banyak hal-hal yang tak krusial yang diimpikan.

Lihat orang pakai mobil, pengen juga beli mobil. Padahal harga kereta listrik lebih mahal daripada mobil, tapi mengapa orang lebih bangga naik mobil daripada naik kereta listrik? Aneh. Beli mobil mewah, pakai supir. Kalau sama-sama pakai supir, kenapa nggak naik bis kota aja toh sama-sama disupirin? Lebih murah pula.

Lihat orang lain beli rumah baru, hati jadi gundah takut tak dapat tempat bernaung. Padahal bumi Tuhan ini luasnya bukan kepalang. Padahal orang-orang kaya itu kalau Senin sampai Jumat pulang kerja sudah larut malam, ba'da shubuh sudah berangkat kerja lagi. Sabtu - Minggu ke luar kota mau liburan dan senang-senang. Jadi rumahnya cuma dipake buat tidur saja. Kenapa tak jadi marbot saja sekalian?

Meja makannya yang terbuat dari marmer harga puluhan juta yang pakai siapa? Pembantu-pembantunya. TV yang seperti separuh layar bioskop dipakenya berapa kali sih dalam sebulan? Paling dipake pembantu untuk nonton sinetron di Indosiar. Dapur dengan interior mahal jarang dipake sendiri. Lagi-lagi pembantunya yang sering pakai. Kesimpulannya, pembantu bisa jauh lebih happy daripada majikannya.

Ketika ke Bangkok beberapa waktu lalu, saya tanya ke mandor pabrik. "Mas, seandainya.. Ini seandainya ya Mas.. *ketok meja* Paspor hilang, kewarganegaraan kita nggak diakui, Indonesia perang dengan Malaysia terus kita nggak bisa balik kampung, atau apalah.. Jadi kita mesti hidup di Thailand. Rencana elu apa, Mas?" Jawabnya, "Ya guwa cari bini lagi lah di sini!"

Simpel. Sederhana. Spontan.

Nggak perlu susah-susah memikirkan apa yang kita sudah raih selama ini. Harta bertumpuk yang kita sudah susah payah usahakan, karir yang kita bangun bertahun-tahun, relasi, keluarga, rekanan bisnis, unit usaha, apapun. Karena pada akhirnya kita akan kehilangan semuanya. Dan kita harus siap. Siap memulai kehidupan yang benar-benar baru adalah inti dari menjalani kehidupan kita saat ini.

Tadinya karena sudah desperate mau nulis resolusi 2014, akhirnya saya anti mainstream saja. Sebelum tidur siang, saya putuskan apapun yang terlintas di kepala saya pertama kali saat saya bangun tidur, akan saya jadikan resolusi. Eh, entah kenapa saat bangun saya kepikiran untuk jadi pemenang L-Men of The Year. Buset dah.

Tak lama, saya teringat kalau saya masih punya hutang. Kewajiban. Liabilitas. Dan jumlahnya besar. Saya prediksikan, semuanya baru bisa saya lunasi dalam jangka waktu 7 tahun 4 bulan. Dengan perhitungan paling optimis yang saya bisa, saya mau singkat itu jadi 3 tahun saja. Tak lebih lama dari itu. Jadi, mungkin inilah satu-satunya resolusi saya untuk tahun 2014 :

Melunasi hutang, minimal sepertiganya.

Udah, itu doang. Semoga saya berhasil seperti tahun sebelumnya.

Original post : 2014

No comments:

Post a Comment